JENDELA INFO JKJT
Atlet Peraih Emas Cabor Anggar Di-PHP, JKJT: Panitia Porprov dan KONI Jatim Harus Bertanggung Jawab
SEPUTAR CIBUBUR – Di balik gegap gempita penyelenggaraan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur, muncul persoalan serius yang dapat mencederai semangat dan masa depan 185 anak atlet muda berprestasi dari 20 Kabupaten Kota se-Jawa Timur. Demikian dikemukakan Ketua Umum Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT) AgustinusTedja G K Bawana dalam keterangannya, Selasa, 22 Juli 2025.
Ia mengungkapkan bahwa salah seorang atlet Kota Malang cabang olahraga (cabor) anggar yang telah mempersembahkan dua medali emas dari keseluruhan (3 emas, tiga perak dan dua perunggu) serta juara umum cabor anggar bagi daerahnya, justru harus menelan kekecewaan mendalam setelah mengetahui bahwa cabor anggar tiba-tiba dihapus dari daftar cabor resmi Porprov, pasca pertandingan berlangsung.
“Ironisnya, keputusan ini berdampak langsung pada pencabutan kompensasi dan hak-hak lain yang seharusnya diterima oleh atlet berprestasi, termasuk apresiasi dari pemerintah daerah,” jelasnya.
Dilindungi oleh Undang-Undang
Tedja yang juga merupakan pelaku perlindungan anak kota Malang menjelaskan bahwa mengacu pada:
* Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Pasal 5 ayat (2):
“Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pelayanan dalam pengembangan dan pembinaan olahraga, termasuk penghargaan atas prestasi.”
* Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional, serta
* Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 13 huruf c: “Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari perlakuan diskriminatif, eksploitasi, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan ketidakadilan.”
“Kasus ini berpotensi sebagai bentuk pengingkaran janji institusional dan diskriminasi terhadap atlet muda, khususnya karena sebagian besar atlet Porprov masih tergolong sebagai anak dan remaja di bawah 18 tahun,” tandasnya.
Panitia & KONI Harus Bertanggung Jawab
Lebih jauh dikemukakan Tedja bahwa kekecewaan semakin membesar ketika pihak panitia, pemerintah daerah (Walikota), dan KONI Jatim tidak memberikan penjelasan yang jujur dan terbuka, bahkan menimbulkan kesan bahwa atlet dan keluarganya dipermainkan.
“Setelah dijanjikan kompensasi atas kemenangan mereka, justru mereka harus menerima kenyataan pahit bahwa cabor mereka dianggap tidak sah karena tidak termasuk dalam daftar cabang olahraga PON,” tukasnya.
Fakta ini semakin diperparah dengan adanya SK Gubernur yang mencantumkan cabor anggar sebagai bagian dari cabang yang dipertandingkan di Porprov. Artinya, keputusan pencoretan pasca pertandingan adalah bentuk wanprestasi administratif yang melanggar prinsip keadilan dan profesionalisme penyelenggaraan ajang resmi olahraga provinsi.
Seruan Keadilan untuk Atlet Muda
Merespons masalah tersebut, Ketua Umum JKJT AgustinusTedja G K Bawana, sebagai pihak yang peduli terhadap perlindungan hak-hak anak dan pembinaan olahraga, mengecam keras tindakan ini dan menuntut transparansi, pertanggungjawaban, dan pemulihan hak-hak atlet.
“Kami menyerukan kepada Panitia Porprov Jawa Timur, KONI Provinsi Jawa Timur, Gubernur Jawa Timur, Diaspora dan instansi terkait, DPRD komisi D dan Komisi A. Ketua DPRD Kota Malang, Walikota Madya Malang, dan Bupati Malang, untuk memberikan penjelasan resmi serta kompensasi yang layak kepada atlet berprestasi yang telah mengharumkan nama daerahnya,” ujarnya.
Tedja menekankan, jika tidak segera diselesaikan, maka tindakan ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem pembinaan olahraga dan menjadi preseden buruk bagi motivasi generasi muda untuk berprestasi melalui jalur olahraga.
“Jangan hancurkan semangat anak bangsa hanya karena kesalahan sistem. Kami dari Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur berharap keras kepada pihak-pihak terkait Porprov untuk tidak menyepelekan integritas bangsa atas semangat anak-anak yang hatus diapresiasi dan dikembangkan,” pungkasnya. (Lucius GK)
JKJT Soroti Lemahnya Keselamatan Wisata dan Transportasi Laut di Indonesia
TIMES JATIM, MALANG – Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT) menyampaikan keprihatinan mendalam atas dua insiden tragis yang terjadi hampir bersamaan, yakni kecelakaan wisatawan asal Brasil di jalur pendakian Gunung Rinjani, Lombok, dan tenggelamnya kapal penyeberangan Tunu Pratama Jaya di perairan Bali.
Dua kejadian ini dianggap sebagai bentuk nyata lemahnya sistem keselamatan di sektor pariwisata dan transportasi laut di Indonesia.
Ketua Umum JKJT, Agustinus Tedja G.K. Bawana, menyebut bahwa kecelakaan di jalur pendakian Rinjani menunjukkan adanya kegagalan dalam manajemen risiko wisata alam, terutama di kawasan gunung yang berisiko tinggi.
Ia menyoroti tidak tersedianya jalur aman menuju puncak yang memperhitungkan bahaya pasir vulkanik yang mudah longsor. Selain itu, tidak ada pemandu profesional yang siaga mendampingi wisatawan, sehingga korban diduga melakukan pendakian dalam kondisi fisik dan mental yang tidak optimal.
Lebih lanjut, proses evakuasi disebut sangat sulit akibat kondisi lereng yang terjal, struktur tanah yang labil, serta medan menuju titik korban yang tidak bisa dijangkau hanya dengan perlengkapan tali biasa.
Evakuasi semacam itu, kata Agustinus, membutuhkan metode point to point dengan perhitungan matang, apalagi cuaca saat kejadian juga tergolong buruk.
Ia pun membantah anggapan bahwa Basarnas lalai, karena menurutnya tim SAR telah bekerja secara profesional dan berhati-hati demi menjaga keselamatan penyelamat.
“Evakuasi dengan helikopter pun mustahil dilakukan karena justru berisiko memicu longsoran tambahan akibat hembusan baling-baling terhadap pasir vulkanik,” jelasnya.
Tak hanya insiden di Rinjani, JKJT juga menyoroti tragedi tenggelamnya kapal penyeberangan di perairan Bali. Menurut Agustinus, kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan pelayaran antar pulau, mulai dari ketidakakuratan data manifest penumpang, hingga lemahnya penegakan regulasi dalam menghadapi kondisi cuaca ekstrem.
Ia menilai, pihak Dinas Perhubungan tidak cukup tegas dalam melarang kapal berlayar saat gelombang tinggi, padahal ini merupakan tanggung jawab otoritas pelabuhan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pelayaran.
Selain itu, JKJT menyesalkan minimnya langkah pencegahan dari pihak kapal, seperti pembagian pelampung dan pengarahan keselamatan kepada penumpang. Padahal, hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 Tahun 2015 tentang standar keselamatan pelayaran.
Di tengah kritiknya, JKJT tetap memberikan apresiasi terhadap kinerja Basarnas dan komunitas nelayan lokal yang terlibat dalam proses evakuasi dengan penuh keberanian dan rasa kemanusiaan, meski dihadapkan pada kondisi cuaca yang tidak bersahabat.
JKJT menyerukan kepada pemerintah, khususnya Kementerian Pariwisata dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk melakukan audit menyeluruh terhadap jalur-jalur pendakian gunung di Indonesia.
Ia juga mendorong penerapan standar sertifikasi bagi pemandu wisata alam, serta penguatan sistem pengawasan pelayaran berbasis teknologi dan peringatan dini cuaca ekstrem.
“Penerapan edukasi keselamatan wajib bagi seluruh penumpang kapal antar pulau harus menjadi prioritas. Setiap nyawa yang hilang karena kelalaian adalah kegagalan sistemik. Sudah saatnya keselamatan menjadi budaya, bukan sekadar formalitas,” kata Agustinus. (*)
Ustadz Abdul Aziz Masrib Sosok Ulama Pejuang Toleransi
Melalui ceramah dan pergaulannya yang santun, sering disampaikan bahwa Islam datang sebagai rahmat bagi seluruh alam – bukan hanya bagi satu golongan. Inilah wajah Islam yang sebenar-benarnya: menghargai perbedaan, menebar kedamaian.
Selain itu, Ustadz Abdul Aziz Masrib adalah seorang pendakwah dari NU yang hatinya bersih dan wajahnya senantiasa dihiasi senyum.
Sosoknya enggan mencari popularitas atau memamerkan amalan, tapi justru menyuarakan Islam dengan keteladanan.
Mirisnya ia dihujat oleh sebagian kalangan yang cenderung pada kelompok radikal, namun tidak sedikit pula masyarakat yang tercerahkan oleh ajaran Islam rahmatan lil alamin yang ia bawa.
Mengapa Ustadz Aziz diihujat namun tetap Istiqamah?
Dalam dunia yang penuh kebisingan dan penghakiman, Ustadz Aziz memilih jalan sunyi namun terang: berdakwah dengan kasih, bukan caci.
Karena itu pula, ia menjadi sasaran hujatan dari kelompok-kelompok intoleran yang merasa tersinggung oleh narasi damai yang ia bangun.
Saat bersama Arek Malang Bersuara (AMB) menjadi juru bicara, dalam upaya menolak mereka yang ingin mempertahankan dominasi atas narasi dakwah yang dirasa bertentangan untuk dilakukan di Kota Malang, yang dikenal sebagai kota toleran.
Namun Ustadz Aziz tetap istiqamah. Baginya, perdamaian adalah inti ajaran Islam, dan Indonesia adalah rumah bersama yang harus dijaga dengan kebersamaan, bukan permusuhan.
Perjuangan Ustadz Aziz terjadi di tengah masyarakat Kota Malang Jawa Timur adalah bagian dari negara yang majemuk, kaya akan keberagaman, namun juga terus diuji oleh arus sektarianisme.
Di masjid-masjid kecil, di ruang-ruang dialog antaragama, bahkan di pelosok-pelosok desa, Ustadz Aziz menyebarkan pesan damai. Hadir untuk mengingatkan, bahwa Indonesia tidak kekurangan pendakwah lokal yang berilmu, berakhlak, dan mencintai sesama anak bangsa.
Beberapa hari yang lalu. Saat retorika kebencian dan upaya memualafkan mulai merasuki ruang publik dan dihadapan banyak penonton. Saat pemahaman sempit tentang agama dijadikan alat politik dan alat kekuasaan. Saat sebagian masyarakat mulai meragukan Pancasila karena hasutan yang dibungkus simbol keagamaan. Di sinilah suara Ustadz Aziz menjadi terang dalam gelap: suara yang mengajak pada cinta, bukan luka.
Dengan cara yang lembut namun teguh, apa yang dipaparkan di komisi A DPRD dan Polresta Malang, dia tak menyudutkan, tapi mengajak. Kata-katanya tak membakar amarah, tapi menghangatkan hati.
Ia mengutip ayat-ayat suci, baik dari Al-Qur’an maupun Injil, untuk membangun jembatan antarumat:
Al-Qur’an (Al-Hujurat: 13):
“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…”
Injil (Matius 5:9):
“Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.”
Ustadz Aziz juga mengingatkan bahwa Indonesia telah memiliki dasar hukum yang kokoh dalam menjaga keberagaman:
• Pasal 29 UUD 1945: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya.
• Pancasila sila ke-1 dan ke-3: Ketuhanan Yang Maha Esa dan Persatuan Indonesia, menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang rukun di tengah perbedaan.
Menjaga Rumah Bersama Bernama Indonesia
Apa yang dilakukan Ustadz Aziz bukan hanya dakwah, tapi juga penjagaan terhadap masa depan bangsa. Ia bukan hanya ulama, tapi juga pejuang toleransi. Ia bukan hanya pendakwah, tapi penjaga nilai-nilai luhur Indonesia.
Karena sejatinya, agama tidak hadir untuk memisahkan, tetapi untuk menyatukan dalam cinta.
Dan seperti kata Ustadz Aziz, “Jika kita beragama tapi tidak mencintai sesama manusia, maka kita belum memahami pesan Tuhan yang paling utama”.
Ketua Umum/Pendiri Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT), Agustinus Tedja Bawana
AMB Tolak Kedatangan Ulama Asal India Dr.Zakir Naik di Malang, Begini Alasannya !
“Malang sangat kental dengan kerukunan antar umat beragama, semua saling menghargai dan menjaga. Kemudian kalau di lihat dari sepak terjangnya Dr.Zakir Naik yang akan datang, disinyalir sangat merugikan dan menciderai kerukunan antar umat beragama di Kota Malang. Kita tahu sendiri ceramah nya seperti apa. Sering menyalahkan agama yang lain kayak gitu,” tuturnya.
Ia juga memastikan gerakan yang dilakukan bersama AMB hanya show of force saja, berlangsung damai.
“Tenang saja, Malang cinta damai gak akan ada apa- apa, hanya bentuk respon dalam penolakan bahwa yang bersangkutan kalau sampai datang dan ceramah disini tujuannya apa ?,” tanyanya.
Ia juga bersyukur gerakan AMB juga didukung penuh lintas agama. Dengan demikian diharapkan apresiasi di terima positif pemerintah Kota Malang.
Disinggung, adanya kelompok lain yang tidak sejalan dengan pergerakan AMB. Kembali lagi, Ustad Abdul Aziz tak mempersoalkannya.
“Jika tidak ada yang sejalan dengan pergerakan kita, sah-sah saja. Semua orang bebas berpendapat. Tapi saya yakin mereka paham betul sepak terjang yang bersangkutan,” tegasnya.
Kendati demikian AMB lebih mengedepankan kerukunan antar umat beragama di Kota Malang.
“Pro Kontra sudah biasa dalam sebuah negara demokrasi. Mari pastikan bersama tidak memecah belah persatuan dan kesatuan antar umat beragama di bumi Arema,” harapnya.
Terkait, lokasi yang akan di buat kuliah keliling (tour lecturer), AMB sudah melakukan konfirmasi ke pihak yang punya wewenang tempat.
“Kita sudah konfirmasi, belum ada perijinan tempat penyelenggaraan. Tapi anehnya di sosial media jadwal sudah tersebar berikut tempatnya. Terus di flyer kedua ada pemindahan lokasi, namun kembali lagi belum ada perijinan. Ini bikin tanda tanya besar di benak kami,” lanjutnya.
Pada intinya AMB mengingingkan kebhinekaan terus di rajut Kota Malang, tidak ada perpecahan sesama anak bangsa.
“Semua ingin Malang tetep adem ayem seperi biasanya. Tidak ada singgung menyinggung, masalah keyakinan serahkan ke masing-masing individu, tanpa ada paksaan,” ujarnya.
Sementara itu, Aspirasi AMB disanpaikan langsung melalui forum audensi dengan DPRD Kota Malang, Selasa (08/07/2025). Pada intinya disambut baik dan aspirasi ditampung.
Sebagai informasi tambahan, Kedatangan ulama Internasional Dr.Zakir Naik ke Indondesia khususnya Malang, memimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat.
JKJT Apresiasi Badan SAR Nasional Atas Ijin Penguatan Kapasitas Kearifan Lokal
KABUPATEN MALANG (JATIM), SUARAPANCASILA,ID- Pendiri Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT) Agustinus Tedja Bawana apresiasi Direktur Pelatihan Badan SAR Nasional atas ijin dan giat penguatan kapasitas kearifan lokal di Pantai Sendang Biru, Kabupaten Malang.
Selain itu, ia juga mengucapkan rasa terima kasih dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepadanya.
Kemudian Ayah Tedja sapaan akrabnya melihat animo peserta bisa menjaring rekan relawan seluruh Malang raya.
“Saya menilai bahwa pelatihan ini sebagai kearifan lokal. Perlu diketahui mereka telah banyak terlibat dalam penanganan pencarian dan pertolongan selama bergenerasi. Baik dalam menghadapi berbagai bencana di Indonesia,” tuturnya Ayah Tedja, Jumat (09/05/2025).
Para peserta kini merasa tersatukan di forum koordinasi pencarian dan pertolongan dibawah Unit Siaga Sar Basarnas Surabaya.
“Mereka yang berlatih merupakan aset berharga yang perlu diintegrasikan dalam strategi penanggulangan bencana, dirole mitigasi bencana pada cluster pencarian dan pertolongan,” tambahnya.
Disisi lain, penguatan ini bukan hanya sekadar pelestarian budaya, melainkan investasi strategis untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasi SAR.
“Pentingnya penguatan kapasitas kearifan lokal dalam konteks Badan SAR Nasional, dapat dilihat dari beberapa aspek,” ungkapnya.
Pria yang aktif di bidang kebencanaan ini menjabarkan sejumlah aspeknya antara lain :
– Pengetahuan Lokal: Masyarakat lokal seringkali memiliki pengetahuan tradisional tentang kondisi geografis, potensi bencana, dan teknik penyelamatan yang spesifik untuk wilayahnya. Pengetahuan ini, jika diintegrasikan dengan pengetahuan ilmiah modern, akan menghasilkan strategi penanggulangan bencana yang lebih komprehensif dan efektif.
– Respon Cepat: Masyarakat lokal seringkali menjadi responden pertama dalam situasi darurat. Dengan pelatihan dan pemahaman yang memadai, mereka dapat memberikan pertolongan pertama yang efektif sebelum tim SAR profesional tiba di lokasi.
– Keterlibatan Masyarakat: Penguatan kearifan lokal mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana. Hal ini akan meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab kolektif dalam menjaga keselamatan bersama.
– Berkelanjutan: Pengembangan kapasitas kearifan lokal merupakan investasi jangka panjang yang berkelanjutan. Kearifan lokal tidak akan usang dan akan terus relevan dalam menghadapi berbagai tantangan bencana di masa mendatang.
“Kami berharap pelatihan-pelatihan ini dapat jadi bahan pertimbangan untuk lebih ditingkatkan secara kontinuiras. Selain itu, bisa diimplementasikan dalam program pelatihan Badan SAR Nasional,” jabarnya.
Ayah Tedja berharap kolaborasi antara pengetahuan modern dan kearifan lokal dapat menghasilkan sistem penanggulangan bencana yang lebih tangguh dan efektif di Indonesia.
“Pelatihan dan uji kompentensi ini sangat berarti. Lebih menariknya Peserta hanya ditarik biaya sebesar 150 ribu dari uji kompetensi yang seharusnya 8 juta. Ini semua sebagai bentuk kepedulian Basarnas pada animo positif rekan- rekan relawan potensi SAR Malang Raya,” pungkasnya.
Keluarga Korban Yang Jenazahnya Ditemukan di Aliran Sungai Perbatasan Poncokusumo Lakukan Audensi ke Polres Malang
Solusinews.com | Kabupaten Malang – Keluarga Alm. Alfin Dika Putra Johana (20) dan Ahmat Khoirul Anam (22) didampingi Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT), beraudensi dengan Polres Malang.
Rombongan diterima langsung oleh Kasat Reskrim Polres Malang AKP Muchammad Nur, S.I.K., di Lobi Mapolres Malang, Jalan Jend. A. Yani No. 1, Kepanjen, Ardirejo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (22/04/2025) siang.
Maksud kedatangannya, agar Polres Malang memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya terkait penyebab kematian anggota keluarga mereka.
Seperti diketahui bersama, sebelumnya Alfin Dika Putra Johana dan Ahmat Khoirul Anam ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di aliran sungai jembatan perbatasan Kecamatan Poncokusumo dan Kecamatan Tumpang, pada Minggu (29/12/2024) lalu.
“Ini adalah hak setiap keluarga korban, untuk mendapatkan informasi yang transparan dan akuntabel dari pihak kepolisian,” ujar Pendiri JKJT Agustinus Tedja Bawana.
Kehadirannya di Polres Malang, bermula dari pengaduan dari kedua belah pihak keluarga Alm. pemuda desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang tersebut, di Kantor sekretariat JKJT, Jl. Blitar No. 12, Kota Malang.
“Menindaklanjuti laporan yang kami terima sebagai informasi awal, akhirnya kita ajukan audensi ke Kapolres Malang,” lanjut Ayah Tedja sapaan akrabnya.
Pihaknya juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa yang terjadi.
“Kalau melihat kondisi awal ditemukan jenazah korban, terlebih ditemukan sejumlah luka, wajar jika diduga ada kekerasan berujung kematian,” ungkapnya.
Mirisnya lagi, Keluarga korban mengklaim tidak pegang surat laporan, yang seharusnya dibuat dan berikan pada waktu setelah keluarga menghadap ke Polsek Poncokusomo.
“Terkait surat laporan, ini juga layak kami pertanyakan dan dijelaskan oleh APH kepada keluarga korban,” tegasnya.
Oleh karenanya, JKJT bersama keluarga korban menginginkan setelah audensi ada titik terang serta tindak lanjut dari Polres Malang.
“Kami berharap profesionalisme profesi POLRI, benar-benar bisa menjembatani dan membantu masyarakat yang mengalami musibah, guna mendapatkan kejelasan dan keadilan,” harap Ayah Tedja.
Senada, Jima kakek darı Alm. Alfin Dika Putra Johana menduga ada kejanggalan atau ketidaksesuaian informasi yang beredar atau yang disampaikan sebelumnya.
“Kami menduga ada yang janggal, lantas inilah yang membuat kita tergerak untuk mempertanyakannya kepada pihak kepolisian,” jelasnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Malang belum bisa memberi keterangannya secara resmi. Ia akan melaporkan terlebih dahulu aspirasi yang disampaikan dalam audensi kepada atasannya yakni Kapolres Malang
Aktif Sejak 1996, Tim ERTM JKJT Beri Respon Berbagai Bencana Alam Khususnya Banjir
Lebih lanjut, Penilaian bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang skala dan potensi dampak dari bencana banjir yang terjadi, sehingga keputusan untuk menurunkan tim ke lapangan dapat diambil dengan tepat.
“Penilaian dilakukan berdasarkan analisis sederhana yang berfokus pada karakteristik banjir, seperti jenis air, kecepatan aliran, dan materi yang terbawa,” tambahnya.
Sudah malang melintang di dunia kebencanaan, Ayah Tedja menjelaskan pembagian skala banjir yang digunakan oleh ERTM untuk memandu tindakan mereka, diantaranya yakni :
1.Penilaian Skala Banjir:
• Skala 1: Banjir dengan Air dan Materi Sampah Ringan
• Ciri-ciri:
• Air keruh dengan debit yang meluber, namun masih dalam batas wajar.
• Kecepatan aliran air di atas rata-rata normal.
• Banjir ini membawa sampah-sampah ringan seperti plastik, daun, atau benda kecil lainnya.
• Tindakan:
• Meskipun kondisi ini dapat menimbulkan gangguan bagi masyarakat, dampaknya masih tergolong relatif ringan. Tim dapat melakukan evakuasi dan distribusi bantuan di lokasi-lokasi yang terdampak.
• Perhatian lebih diberikan pada keselamatan masyarakat yang terisolasi akibat genangan air.
• Skala 2: Banjir dengan Air Lumpur dan Sampah yang Lebih Berat
• Ciri-ciri:
• Banjir dengan air bercampur lumpur dan sampah berat seperti ranting pohon, batang pohon, dan material keras lainnya.
• Kecepatan aliran air sangat tinggi, melebihi kecepatan normal, dan dapat berpotensi merusak struktur.
• Banjir mulai menjadi lebih berbahaya karena membawa material yang dapat menyebabkan kerusakan fisik pada pemukiman atau infrastruktur.
• Tindakan:
• Penurunan tim dilakukan dengan lebih hati-hati, mengingat potensi bahaya yang lebih besar.
• Evakuasi dilakukan dengan prioritas kepada individu yang terjebak di lokasi rawan, serta pengamanan fasilitas umum dan pemukiman dari ancaman material yang terbawa banjir.
• Skala 3: Banjir dengan Air Lumpur, Sampah Berat, dan Material Bangunan
• Ciri-ciri:
• Banjir membawa air bercampur lumpur, sampah ringan dan berat, serta bahan bangunan seperti batu kecil dan sedang, atau material bangunan lainnya.
• Dahan pohon, ranting, atau bambu terbawa oleh aliran air, yang dapat menghalangi akses dan memperburuk kerusakan.
• Dampaknya mulai meluas, menggerus pemukiman atau fasilitas umum (Fasum), dan berpotensi menghancurkan jembatan atau infrastruktur lainnya.
• Tindakan:
• Tim akan berfokus pada penanganan pemukiman yang tergerus serta perbaikan infrastruktur vital seperti jembatan.
• Banjir pada skala ini memerlukan koordinasi yang ketat dengan pemerintah setempat dan lembaga terkait untuk memastikan keselamatan masyarakat.
• Skala 4: Banjir dengan Air Lumpur, Sampah Berat, dan Potensi Longsor
• Ciri-ciri:
• Banjir sangat parah dengan air bercampur lumpur yang sangat tebal, membawa sampah berat, serta dahan pohon dan ranting dalam jumlah ekstrim.
• Material yang terbawa termasuk batu-batuan besar, bangunan ringan dan berat, serta hewan yang terbawa arus.
• Keadaan ini juga disertai dengan kerentanannya terhadap longsor, di mana pemukiman atau fasilitas yang terletak di daerah rawan dapat tergerus lebih jauh.
• Tindakan:
• Penanganan skala ini memerlukan respon yang lebih komprehensif, termasuk evakuasi masal dan pengamanan lokasi longsor yang berpotensi besar.
• ERTM akan berkoordinasi dengan lembaga terkait untuk melakukan upaya penyelamatan dan memberikan bantuan kepada korban secara efektif dan efisien.
• Infrastruktur vital seperti jembatan yang terancam akan segera mendapatkan perhatian prioritas untuk perbaikan sementara agar akses dapat kembali dibuka.
Menilai dari pembagian skala tersebut, Ayah Tedja menyimpulkan bahwa skala banjir yang digunakan oleh Emergency Rescue Team Malang (ERTM) memungkinkan untuk merespon situasi bencana secara cepat dan tepat.
“Penilaian skala ini dilakukan dengan mengidentifikasi ciri-ciri utama dari banjir yang terjadi, termasuk jenis air, kecepatan aliran, dan materi yang terbawa, untuk menentukan tingkat bahaya yang ada,” jelasnya.
Menurutnya, Penilaian yang akurat dan cepat sangat penting pada fase “Golden Time”, di mana setiap detik sangat berharga untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerusakan lebih lanjut.
“Dengan adanya sistem penilaian ini, diharapkan respon terhadap bencana banjir dapat lebih efektif, terarah, dan memberikan dampak positif bagi masyarakat yang terdampak,” pungkasnya.
JARINGAN KEMANUSIAAN JAWA TIMUR
Call Center : 0822 3141 1599 – 0857 4547 6292
Email : jkjt_mlg@jkjtindonesia.org
Alamat : Jl. Blitar No.12, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145






