SEPUTAR CIBUBUR – Di balik gegap gempita penyelenggaraan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur, muncul persoalan serius yang dapat mencederai semangat dan masa depan 185 anak atlet muda berprestasi dari 20 Kabupaten Kota se-Jawa Timur. Demikian dikemukakan Ketua Umum Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT) AgustinusTedja G K Bawana dalam keterangannya, Selasa, 22 Juli 2025.

Ia mengungkapkan bahwa salah seorang atlet Kota Malang cabang olahraga (cabor) anggar yang telah mempersembahkan dua medali emas dari keseluruhan (3 emas, tiga perak dan dua perunggu) serta juara umum cabor anggar bagi daerahnya, justru harus menelan kekecewaan mendalam setelah mengetahui bahwa cabor anggar tiba-tiba dihapus dari daftar cabor resmi Porprov, pasca pertandingan berlangsung.

“Ironisnya, keputusan ini berdampak langsung pada pencabutan kompensasi dan hak-hak lain yang seharusnya diterima oleh atlet berprestasi, termasuk apresiasi dari pemerintah daerah,” jelasnya.

Dilindungi oleh Undang-Undang
Tedja yang juga merupakan pelaku perlindungan anak kota Malang menjelaskan bahwa mengacu pada:
* Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Pasal 5 ayat (2):
“Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pelayanan dalam pengembangan dan pembinaan olahraga, termasuk penghargaan atas prestasi.”
* Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional, serta
* Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 13 huruf c: “Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari perlakuan diskriminatif, eksploitasi, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan ketidakadilan.”
“Kasus ini berpotensi sebagai bentuk pengingkaran janji institusional dan diskriminasi terhadap atlet muda, khususnya karena sebagian besar atlet Porprov masih tergolong sebagai anak dan remaja di bawah 18 tahun,” tandasnya.

Panitia & KONI Harus Bertanggung Jawab

Lebih jauh dikemukakan Tedja bahwa kekecewaan semakin membesar ketika pihak panitia, pemerintah daerah (Walikota), dan KONI Jatim tidak memberikan penjelasan yang jujur dan terbuka, bahkan menimbulkan kesan bahwa atlet dan keluarganya dipermainkan.

“Setelah dijanjikan kompensasi atas kemenangan mereka, justru mereka harus menerima kenyataan pahit bahwa cabor mereka dianggap tidak sah karena tidak termasuk dalam daftar cabang olahraga PON,” tukasnya.

Fakta ini semakin diperparah dengan adanya SK Gubernur yang mencantumkan cabor anggar sebagai bagian dari cabang yang dipertandingkan di Porprov. Artinya, keputusan pencoretan pasca pertandingan adalah bentuk wanprestasi administratif yang melanggar prinsip keadilan dan profesionalisme penyelenggaraan ajang resmi olahraga provinsi.

Seruan Keadilan untuk Atlet Muda
Merespons masalah tersebut, Ketua Umum JKJT AgustinusTedja G K Bawana, sebagai pihak yang peduli terhadap perlindungan hak-hak anak dan pembinaan olahraga, mengecam keras tindakan ini dan menuntut transparansi, pertanggungjawaban, dan pemulihan hak-hak atlet.

“Kami menyerukan kepada Panitia Porprov Jawa Timur, KONI Provinsi Jawa Timur, Gubernur Jawa Timur, Diaspora dan instansi terkait, DPRD komisi D dan Komisi A. Ketua DPRD Kota Malang, Walikota Madya Malang, dan Bupati Malang, untuk memberikan penjelasan resmi serta kompensasi yang layak kepada atlet berprestasi yang telah mengharumkan nama daerahnya,” ujarnya.

Tedja menekankan, jika tidak segera diselesaikan, maka tindakan ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem pembinaan olahraga dan menjadi preseden buruk bagi motivasi generasi muda untuk berprestasi melalui jalur olahraga.

“Jangan hancurkan semangat anak bangsa hanya karena kesalahan sistem. Kami dari Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur berharap keras kepada pihak-pihak terkait Porprov untuk tidak menyepelekan integritas bangsa atas semangat anak-anak yang hatus diapresiasi dan dikembangkan,” pungkasnya. (Lucius GK)